MANAJEMEN KRISI
Manajemen krisis adalah proses yang membahas organisasi dengan sebuah peristiwa besar yang mengancam merugikan organisasi, stakeholders, atau masyarakat umum. Ada tiga elemen yang paling umum untuk mendefinisi krisis: ancaman bagi organisasi, unsur kejutan, dan keputusan waktu singkat. Berbeda dengan manajemen risiko, yang melibatkan menilai potensi ancaman dan menemukan cara terbaik untuk menghindari ancaman. Sementara manajemen krisis berurusan dengan ancaman yang telah terjadi. Jadi manajemen krisis dalam pengertian yang lebih luas merupakan sebuah keterampilan teknis yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi, menilai, memahami, dan mengatasi situasi yang serius, terutama dari saat pertama kali terjadi sampai ke titik pemulihan kembali.
A. Definisi
krisis adalah suatu emergency, namun tidak setiap emergency
adalah suatu krisis. Krisis ditangani oleh manajemen terhadap krisis. Krisis
adalah kondisi tidak stabil, yang bergerak kearah suatu titik balik, dan
menyandang potensi perubahan yang menentukan. Sedangkan keadaan darurat (emergency)
adalah kejadian tiba-tiba, yang tidak diharapkan terjadinya dan menuntut
penanganan segera.
Jadi esensi manajemen krisis adalah upaya untuk
menekan faktor ketidakpastian dan faktor risiko hingga tingkat serendah
mungkin, dengan demikian akan lebih mampu menampilkan sebanyak mungkin faktor
kepastiannya. Sebenarnya yang disebut manajemen krisis itu diawali dengan
langkah mengupayakan sebanyak mungkin informasi mengenai alternatif-alternatif,
maupun mengenai probabilitas, bahkan jika mungkin mengenai kepastian tentang
terjadinya, sehingga pengambilan keputusanan mengenai langkah-langkah yang
direncanakan untuk ditempuh, dapat lebih didasarkan pada sebanyak mungkin dan
selengkap mungkin serta setajam (setepat) mungkin informasinya. Tentu saja
diupayakan dari sumber yang dapat diandalkan (reliable), sedangkan
materinya juga menyandang bobot nalar yang cukup.
Krisis adalah situasi yang merupakan titik balik (turning
point) yang dapat membuat sesuatu tambah baik atau tambah buruk. Menurut Djamaluddin Ancok, jika dipandang dari kacamata bisnis suatu krisis akan menimbulkan hal-hal
seperti berikut :
- Intensitas permasalahan akan bertambah.
- Masalah akan dibawah sorotan publik baik melalui media masa, atau informasi dari mulut ke mulut.
- Masalah akan menganggu kelancaran bisnis sehari-hari.
- Masalah menganggu nama baik perusahaan.
- Masalah dapat merusak sistem kerja dan menggoncangkan perusahaan secara keseluruhan.
- Masalah yang dihadapi disamping membuat perusahaan menjadi panik, juga tidak jarang membuat masyarakat menjadi panik.
- Masalah akan membuat pemerintah ikut melakukan intervensi
Kesadaran akan dampak yang ditimbulkan oleh krisis
sekaligus lemahnya dalam mengantisipasi datangnya sebuah krisis, menjadikan
perlunya langkah-langkah antisipatif dalam sebuah kerangka kerja yang disebut
manajemen krisis.
B. Situasi
Krisis
Manajemen krisis membedakan situasi krisis
menjadi : pra-krisis dan krisis. Situasi Pra-krisis adalah situasi masih
tenang dan stabil, bahkan tanpa tanda-tanda akan terjadinya krisis, sedangakan
Situasi Krisis dirinci dalam tahap-tahap prodomal, akut,
kronik, dan pengakhiran (resolution). Pada tahap prodomal, hadir
tanda-tanda, pada tahap akut, terjadi kerusakan (damage), pada tahap
kronik, krisis akan berlanjut yang lebih parah, dan pada tahap pengakhiran,
krisis berakhir/teratasi.
C. Tahap Krisis
Krisis pada tahap prodromal dapat
dikategorikan sebagai gejala krisis. Pada tahap ini biasanya segala kejadian
yang bisa berpotensi menjadi krisis sering tidak dianggap bahkan dilupakan,
karena organisasi tampak masih bisa beroperasi dan bergerak lincah seakan akan
tidak ada masalah. Padahal pada tahap ini krisis sudah mulai muncul sehingga
dapat dikatakan tahap prodromal sebagai
sebuah early warning bagi organisasi karena sinyal-sinyal akan
terjadinya bahaya sudah tampak dan harus segera diatasi. Kegagalan manajemen
dalam menangkap sinyal ini akan berdampak pada pergeseran ke tahap berikutnya
yakni akut. Sebagai contohnya adalah muncul selebaran gelap, karyawan datang
pada manajemen untuk minta kenaikan upah atau terjadi perbedaan pendapat antar
manjemen, ada peraturan pemerintah (regulasi dan deregulasi), munculnya pesaing
baru dalam bidang yang sama.
Tahap berikutnya adalah tahap akut. Krisis pada tahap
ini meskipun tidak dikategorikan sebagai awal mulanya krisis, namun dianggap
suatu krisis dimulai dari sini karena gejala yang samar-samar atau sama sekali
tidak jelas itu mulai kelihatan jelas. Dalam banyak hal, krisis akut ini sering
disebut sebagai the point of no return, artinya, sudah tidak ada
kesempatan lagi untuk kembali memperbaiki keadaan mengingat sinyal-sinyal yang
muncul pada tahap peringatan (prodromal) tidak
digubris atau diindahkan, sehingga tidak bisa kembali lagi. Indikator munculnya
krisis pada tahap ini adalah kerusakan sudah mulai bermunculan, reaksi mulai
berdatangan, isu menyebar luas. Salah satu kesulitan besar dalam menghadapi
krisis tahap akut ini adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari
berbagai pihak. Kegagalan dalam menangani krisis juga akan terus berlanjut pada
tahap kronis.
Krisis tahap kronis. Pada tahap ini, organisasi sudah
merasakan dampak atau akibat dari krisis tahap akut, bahkan dampak dari segi
waktu tidak dapat diprediksi kapan berakhirnya. Organisasi mulai melakukan
intropeksi diri besar-besaran, sehingga biasanya dilakukan analisis internal
secara menyeluruh terhadap gejala maupun sumber masalah baik secara struktural
dan non struktural serta melakukan upaya-upaya perbaikan total (reformasi)
dengan membuat kebijakan-kebijakan strategis untuk memperbaiki keadaan sehingga
pada tahap ini sering disebut sebagai tahap recovery atau self
analysis.
Setelah dilakukan analisis internal dan dilakukan
upaya-upaya perbaikan maka akan masuk ke tahap resolusi (Penyembuhan). Tahap
ini adalah tahap penyembuhan (recovery) dan tahap terakhir dari 4 tahap
krisis. Masa ini adalah masa perusahaan sehat kembali seperti keadaan
sediakala. Pada fase ini perusahaan akan semakin sadar bahwa krisis dapat
terjadi sewaktu-waktu dan lebih mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
D. Kategori
Krisis
Untuk itu, selama proses penyusunan manajemen krisis,
sangat penting untuk mampu mengidentifikasi jenis krisis dalam berbagai situasi
yang berbeda-beda dan menggunakan berbagai macam strategi manajemen krisis yang
berbeda. Perlu diketahui memprediksi krisis memang sangat sulit, tapi
mengidetifikasi macam-macam krisis sangatlah mudah dan bisa dikelompokkan.
Lerbinger mengkategorikan ada tujuh jenis/tipe krisis :
- Bencana alam
- Teknologi krisis
- Konfrontasi
- Kedengkian (Malevolence)
- Krisis karena Manajemen yang Buruk (Crisis of skewed management value)
- Krisis adanya penipuan (deception)
- Kesalahan manajemen (management misconduct)
Bencana alam atau Krisis alam yang sering dianggap
sebagai tindakan dan kehendak Tuhan (the act of God) merupakan fenomena
lingkungan seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, tornado, badai, banjir,
tanah longsor, tsunami yang mengancam kehidupan, harta, dan lingkungan itu
sendiri.
Krisis Teknologi merupakan krisis yang timbul atau
terjadi akibat aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi (application of
science). Bencana tehnologi biasanya terjadi apabila terjadi kesalahan satu
sistem yang mengakibatkan gangguan pada sistem yang lain sehingga merusak
keseluruhan tehnologi. Krisis teknologi sering terjadi karena kesalahan manusia
(human error) mengingat semakin kompleksnya jalinan antar sistem
tehnologi. Ketika terjadi bencana tehnologi, orang selalu mudah dan cenderung
menyalahkan tehnologi karena adanya kegagalan dalam sistem sebagai alasan
pembenaran untuk menghindari pertanggungjawaban atas bencana terjadi.
Krisis konfrontasi terjadi ketika ada usaha perlawanan
oleh individu atau beberapa individu kepada pemerintah dan atau kepada berbagai
kelompok kepentingan untuk memenuhi tuntutan dan harapan mereka. Jenis umum
krisis konfrontasi adalah berupa boikot, sabotase, pendudukan, ultimatum,
blokade atas pembangunan pekerjaan dan demontrasi.
Sebuah organisasi menghadapi krisis kedengkian kalau
ada pihak atau lawan saingan menggunakan cara-cara kriminal atau
tindakan-tindakan ekstrem lainnya seperti berbuat represif dan mengancam untuk
mengekspresikan permusuhan, kemarahan dan ketidaksukaan dengan tujuan membuat
situasi menjadi tidak stabil baik kepada negara, organisasi, perusahaan, atau
sistem ekonomi supaya sistem tidak berjalan. Contoh krisis yang termasuk dalam
kategori ini adalah tindakan terorisme, premanisme, perusakan produk, penculikan,
menyebarkan rumor, dan aksi spionase.
Krisis selanjutnya adalah krisis karena kelakuan buruk
organisasi. Krisis ini terjadi ketika manajemen mengambil tindakan yang sengaja
akan merugikan stakeholder tanpa memperdulikan risiko atas tindakan yang dilakukannya.
Lerbinger membagi ada tiga jenis krisis kelakuan buruk organisasi, yaitu krisis
nilai manajemen yang miring (skewed of management value), krisis
penipuan (deception), dan krisis kesalahan manajemen (misconduct).
Pertama, Krisis nilai-nilai manajemen yang miring muncul saat
manajer membuat kebijakan demi keuntungan ekonomi jangka pendek dan mengabaikan
nilai-nilai sosial yang lebih luas seperti investor dan para stakeholder.
Kedua, Krisis penipuan terjadi ketika manajemen
menyembunyikan atau salah mengartikan informasi tentang dirinya sendiri dan
produknya kepada para konsumennya.
Ketiga, Beberapa krisis tidak hanya disebabkan karena adanya
nilai-nilai miring manajemen dan penipuan melainkan juga karena adanya
perbuatan melawan hukum yang disengaja dilakukan atau bertindak ilegal.
E. Peran Media
di Masa Krisis
Di era informasi seperti sekarang ini semua aspek
kehidupan tidak dapat dilepaskan dari media. Ketergantungan akan media sudah
menjadi bagian dari kebutuhan hidup manusia, karena media merupakan sumber dan
pengolah informasi yang dibutuhkan masyarakat. Bahkan menurut Dennis McQuill media telah
menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra
realitas sosial tetapi bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif. Informasi yang disajikan media telah cukup membantu
dalam memenuhi keingintahuan orang terhadap suatu hal atau kejadian yang sedang
berlangsung sekalipun tidak bisa merasakan atau melihat langsung. Dalam konteks
informasi yang berkaitan dengan krisis, tentu saja intensitas perhatian orang
akan meningkat dan akan selalu mengikuti informasi perkembangannya. Dalam hal
ini, media akan menjadi satu-satunya sumber informasi untuk mengumpulkan,
mengolah dan bahkan menafsirkan informasi. Karena sebagai satu-satunya sumber,
media bebas mengarahkan kemana informasi ini ingin dibentuk apakah untuk
membangun solidaritas, simpati, membangun kesadaran bersama (being together),
atau mereduksi ketidaktentuan (uncertainity) dan ketakutan (fear)
masyarakat. Tentu saja hal itu tergantung pada jenis dan macam
krisis yang terjadi. Namun yang jelas bahwa informasi yang berkaitan dengan
krisis media mempunyai peran yang sangat besar dalam membentuk opini dan
simpati publik.
Penelitian mengenai peran media massa di masa krisis
telah banyak dilakukan oleh banyak ahli terutama ketika krisis sedang
berlangsung. Pemberitaan media mengenai krisis yang tengah berlangsung sangat
dibutuhkan banyak orang karena kemampuannya menyajikan informasi, interpretasi
dan membangun solidaritas. Fungsi solidaritas yang dibangun oleh media
dipandang tidak sekedar memerankan fungsi pengawas (watchdog) selama
krisis berlangsung, namun juga fungsi membangun kesadaran tanggungjawab sosial
(sosial responsibilty) di antara publik.
F. Perencanaan
Manajemen Krisis dalam Pendekatan Manajemen Strategis
Manajemen strategis berangkat dari suatu pemikiran
bahwa perkembangan dunia telah memasuki era globalisasi dengan ditandai semakin
hilangnya batas negara (borderless) sebagai akibat dari perkembangan
tehnologi informasi yang kian pesat. Persaingan, perdagangan bebas dan isu
krisis lingkungan hidup akibat eksploitasi lingkungan, pencemaran dan penurunan
kualitas lingkungan telah menjadi isu global yang mengharuskan para pelaku
organisasi mendesain ulang perencanaan strategis organisasi mereka.
Manajemen strategis yang didefinisikan sebagai seni
dan ilmu untuk memformulasi, mengimplementasi, mengevaluasi keputusan lintas
fungsi yang memungkinkan organisasi mencapai tujuan. Ini artinya manajemen
strategis berupaya mengintegrasikan manjemen (keuangan, pemasaran, produks,
organisasi, SDM dan krisis) dalam satu kesatuan sistem yang terimplementasi
dalam sebuah “perencanaan strategik”.
Secara umum perencanaan strategi terdiri dari tiga
tahap proses, yaitu formulasi strategi, implementasi strategi dan evaluasi
strategi.
Pada tahap formulasi startegi ini, langkah-langkah
yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
- Melakukan identifikasi ancaman dan peluang (eksternal) kemudian internal yang berupa kekuatan, kelemahan yang akan mempengaruhi langsung maupun tidak langsung terhadap organisasi.
- Menetapkan tujuan Manajemen krisis dalam jangka panjang
- Merumuskan strategi
- Menetapkan program-program strategis
Pada tahap implementasi strategi, langkah-langkah yang
dilakukan adalah
- membuat kebijakan,
- mengalokasikan sumber daya sehingga strategi yang diformulasikan dapat dijalankan,
- menciptakan struktur yang efektif,
- menyiapkan anggaran,
- mengembangkan dan memberdayakan sistem informasi
Dan sebagai alat utama untuk menilai apakah strategi
telah berjalan atau belum sesuai yang diharapkan tahap berikutnya adalah
melakukan evaluasi strategi yang meliputi :
- Meninjau ulang faktor internal dan ekternal yang menjadi dasar srategi saat ini
- mengukur kinerja
- mengambil tindakan korektif
Dalam melakukan proses manajemen krisis melalui
pendekatan manajemen strategis, maka langkah-langkah yang harus dilakukan
adalah sebagai berikut:
Formulasi Strategi
Dalam tahap formulasi ini, langkah utama dan pertama
yang harus dilakukan adalah melakukan identifikasi isu-isu formulasi strategis
organisasi yang meliputi:
- Apa bidang utama garapan organisasi
- Bagaimana kondisi sekarang tentang sumber daya
- Apa yang harus dilakukan organisasi kedepan
Untuk menjawab pertanyaan mendasar ini perlu dilakukan
identifikasi internal menyeluruh terhadap visi, misi, tujuan, identifikasi
kekuatan dan kelemahan (internal analysis) termasuk mengidentifikasi
bidang-bidang yang rawan menimbulkan krisis serta melakukan identifikasi
peluang dan ancaman (external analysis) termasuk ancaman munculnya
krisis yang kemungkinan terjadi di masa mendatang. Setelah itu melakukan
perumusan alternatif strategi dan memilih strategi yang akan digunakan ketika
krisis terjadi, sehingga terwujud program-program apa yang harus segera
dilakukan manakala krisis menimpa organisasi.
Implementasi Strategi
Setelah proses formulasi strategi terumuskan maka
tahap berikutnya adalah merencanakan implementasi strategi yang akan digunakan
sebagai bahan panduan untuk menanggulangi apabila krisis terjadi, meliputi:
- Membuat kebijakan apabila krisis terjadi
- Menetapkan program-program strategis penanggulangan krisis (emergency response program)
- Memberi pengarahan tehnis dan langkah-langkah yang akan dilakukan apabila krisis terjadi kepada seluruh stakeholder internal maupun eksternal
- Menyediakan alokasi anggaran khusus untuk crisis recovery
- Menciptakan struktur tim krisis
- Mengembangkan dan memberdayakan sumber dan media informasi
Hal diatas perlu dilakukan karena dalam manajemen
krisis ada 4 proses penting yaitu:
- Perencanaan (planning),
- Penanggulangan cepat kejadian (Incident response),
- mengelola krisis (management crisis),
- keberlangsungan organisasi (business continuity).
Untuk itu, program-program implemetasi strategi
manajemen krisis sebagian berisi mengenai tindakan untuk menghadapi situasi
darurat (emergency response), skenario untuk pemulihan dari bencana (disaster
recovery), skenario untuk pemulihan bisnis (business recovery),
strategi untuk memulai bisnis kembali (business resumption), menyusun
rencana-rencana kemungkinan (contingency planning), dan mengelola krisis
(crisis management). Khusus untuk penanganan krisis karena bencana, perlu
dilengkapi emergency response plan (ERP) yang juga meliputi pembentukan
sebuah tim yang terdiri dari para anggota dengan tanggungjawab tertentu ketika
terjadi situasi darurat (emergency response team), alur tindakan pada
situasi darurat (emergency flowchart) dan prosedur evakuasi.
Emergency response plan ini harus didukung oleh general emergency
procedure (GEP).
Pada hakekatnya dalam setiap penanganan krisis,
organisasi perlu membentuk tim khusus. Tugas utama tim manajemen krisis ini
terutama adalah mendukung para karyawan organisai/perusahaan selama masa krisis
terjadi. Kemudian menentukan dampak dari krisis yang terjadi terhadap operasi
bisnis yang berjalan normal, dan menjalin hubungan yang baik dengan media untuk
mendapatkan informasi tentang krisis yang terjadi. Sekaligus menginformasikan
kepada pihak-pihak yang terkait terhadap aksi-aksi yang diambil perusahaan
sehubungan dengan krisis yang terjadi. Hal ini bertujuan supaya organisasi
mampu mempertahankan reputasi dan citra di mata publik dan stakeholder.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar